Friday, August 7, 2009

EFEKTIFITAS PENYALURAN BANTUAN UNTUK MASYARAKAT

sering kita melihat baik langsung maupun tidak langsung begitu beragam bentuk program penyaluran dan pemberian bantuan untuk perseorangan atau segolongan ataupun kelompok yang dinyatakan dengan istilah miskin atau tidak mampu atau golongan berekonomi lemah baik itu oleh lembaga pemerintah pusat atau daerah, dari lembaga swasta, ataupun dari sesama masyarakat. Istilah bantuan – bantuan tersebut berbeda – beda sesuai sebutan yang ditentukan oleh pemberi bantuan, misalnya : program Bantuan Langsung Tunai, program Beras Miskin, dan sebagainya. Perseorangan atau kelompok ataupun golongan yang sering kita lihat sebagai penerima bantuan diantaranya : mereka yang kondisi tempat tinggalnya dianggap kurang layak, mereka yang pekerjaannya disifatkan berat karena mengutamakan kekuatan fisiknya, mereka yang tidak mampu bekerja dikarenakan usia, dan sebagainya.
Berpedoman pada Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi : “Tiap – tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, ditegaskan bahwasannya sejak awal berdirinya Negara Republik Indonesia antara pemerintah dan rakyat sudah ada ketentuan umum yang mengatur hak dan kewajibannya masing – masing. Bagi pemerintah, Untuk dapat mewujudkan suatu kehidupan yang layak untuk seluruh rakyatnya, diperlukan suatu asset dan sumber daya yang tidak sedikit serta waktu yang sangat lama, bahkan mungkin tidak akan pernah terwujud. dengan adanya program bantuan – bantuan dari pemerintah untuk rakyatnya ataupun masyarakat, setidaknya cita – cita pemerintah dan rakyat terutama yang miskin untuk mewujudkan suatu penghidupan yang layak semangatnya tidak pernah berhenti dan harus terus bergulir, bantuan hanya suatu pemicu ransang untuk lebih giat berusaha mencapai penghidupan yang layak baik secara sendiri - sendiri maupun secara bekerja sama.
Dalam praktek, penyaluran dan pemberian bantuan kepada si miskin tidak sedikit ditemukan berbagai permasalahan yang berakibat terjadinya kecemburuan antar masyarakat yang menerima bantuan dan yang tidak menerima bantuan karena penerima bantuan tidak memenuhi suatu kriteria tertentu yang membuktikan ianya miskin atau tidak mampu ataupun berekonomi lemah. Bantuan – bantuan untuk masyarakat dari pemerintah pusat ataupun daerah sebelum di berikan biasanya terlebih dahulu diadakan pendataan dan penelitian oleh Kepala pemerintahan yang tingkatnya terendah, atau yang didelegasikan kepada badan statistik, atau oleh lembaga peneliti tertentu, maksudnya agar bantuan yang diberikan benar – benar mengenai sasaran dan bermanfaat bagi penerima bantuan. Dengan pertimbangan pemerataan bantuan, dalam suatu lingkungan rukun tetangga ada saja warga yang mendapat bantuan padahal si penerima bantuan belum tentu sangat membutuhkannya, sebaliknya disuatu rukun tetangga lainnya banyak warga yang sangat berhak atas suatu bantuan namun karena terbatasnya bantuan, menjadikan ada warga yang harus tidak mendapatkan haknya memperoleh bantuan.
Disinilah permasalahannya, kebijakan suatu pemerintah atau lembaga mengenai bantuan kepada masyarakat apabila dikaji dari segi misi dan visinya pada umumnya sangat baik dan bermanfaat, setelah bantuan tersebut di selenggarakan oleh aparaturnya dengan berbagai dasar data, penelitian,di dalam laporan, semua prosedur yang telah dilaksanakan dinyatakan seolah ataupun sudah sangat mengena pada sasaran yaitu mereka yang dianggap memenuhi kriteria miskin, padahal pada kenyataannya belum tentu seluruhnya mengenai sasaran yang tepat. Ada aparatur pemerintah yang benar - benar melakukan pendataan langsung jauh hari sebelum bantuan diserahkan, berprilaku jujur, ada aparatur pemerintah yang melakukan pendataan tidak langsung, cukup melalui data dikantornya tanpa meneliti ulang kebenarannya, misalnya catatan Kartu Keluarga,catatan kartu tanda penduduk atau berdasarkan hasil sensus – sensus yang pernah diadakan oleh suatu badan statistik seperti sensus ekonomi. Puncak dari ketidaktepatan aparatur pemerintah dalam menentukan siapa – siapa yang berhak menerima bantuan adalah kata” ketidak adilan” yang diucapkan oleh masyarakat yang berhak menerima bantuan tetapi faktanya tidak menerima suatu bantuan. Secara teoritis dari Aristoteles, ada dua macam keadilan: pertama keadilan distributif ,yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing masing ). Kedua,keadilan komutatif yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa – jasa perseorangan. Lalu, bentuk keadilan yang bagaimana yang dapat diterima masyarakat agar setiap proses dan pasca penyaluran bantuan tidak menimbulkan suatu konflik di masyarakat?
Bagi aparatur pemerintahan desa yang warganya sedikit serta wilayahnya kecil, tugas pendataan warga bukanlah pekerjaan yang sulit, ditambah lagi aparatur yang interaksi sosialnya baik, dan pada umumnya lebih merakyat, karena kepala desa yang bersangkutan dipilih dan berasal serta tinggalnya menetap didalam wilayah desa itu sendiri, ianya sangat mengetahui siapa – siapa yang berhak memperoleh bantuan. Sebaliknya aparatur pemerintah di perkotaan yang warganya banyak, sulit untuk berinteraksi sosial karena kesibukan individu warga, masalah perseorangan atau kelompok warga miskin yang tidak terdaftar sebagai warga tapi diketahui tinggal diwilayahnya, salah satu hal seperti inilah diantaranya yang menjadikan aparatur sulit menerbitkan surat keterangan miskin ataupun tidak mampu ataupun berekonomi lemah atas pemohon – pemohon yang mengaku dirinya miskin ataupun tidak mampu ataupun berekonomi lemah. Surat keterangan miskin, sudah merupakan salah satu syarat umum untuk memperoleh suatu bantuan langsung atau tidak langsung dari pemerintah ataupun dari suatu lembaga non pemerintah.
Jika dapat diandaikan syarat penerima bantuan sama dengan pelajar yang mengikuti ujian nasional, dapat dinyatakan lulus apabila memenuhi standar nilai minimum pada tiap – tiap suatu mata pelajaran yang diujikan. maksudnya, kriteria seseorang yang dapat dikatakan miskin ataupun tidak mampu ataupun berekonomi lemah sedapat mungkin distandarkan pula, agar ianya berhak dapat menerima bantuan, dengan tidak menutup kemungkinan haknya dapat dicabut jika dikemudian waktu diketahui adanya suatu kepalsuan ataupun sesuatu hal yang menjadikannya tidak tergolong miskin lagi.
Dalam kamus bahasa indonesia,pengertian miskin yaitu : tidak berharta benda atau serba kurang, sedangkan harta artinya barang – barang ataupun uang dan sebagainya yang merupakan kekayaan. Pada kenyataannya penerima bantuan bukan hanya orang yang tidak berharta. Disekitar kita tidak sedikit para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya terutama yang ditingkat dasar namun mereka tidak mampu memenuhi biaya pendidikannya. pemberian bantuan berupa bea siswa ataupun bebas biaya sekolah sangat mengenai sasaran. namun, efektifitas dalam memberi bantuan yang dimaksud antara pemberi bantuan dan penerima bantuan masih ada suatu hubungan belajar mengajar di lembaga pendidikan, artinya pemberi bantuan dan penerima bantuan telah berada dalam satu lingkup tertentu dahulu, alangkah lebih baik pula jika bantuan diberikan langsung atau tidak langsung kepada perseorangan atau suatu kelompok atau golongan tanpa adanya suatu hubungan dan pamrih tertentu dari pemberi bantuan.
Memang bantuan seperti ini umumnya bersifat instan, namun masih ada cara lain yang lebih konkrit dan sudah berjalan namun kurang dioptimalkan, barangkali terkendala anggaran yang kurang besar dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. salah satu contohnya; Sebagaimana kita ketahui ada suatu lembaga kedinasan pemerintahan daerah yang hampir setiap tahunnya menyelenggarakan program pelatihan bekerja ataupun ketrampilan bagi mereka yang mempunyai kartu tanda pencari kerja, sayangnya program ini rata – rata diadakan setahun sekali, peserta pelatihan terbatas, sarana pendukung yang ada di lembaga pelatihan kurang mendukung dibanding dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi serta beragam lapangan kerja yang ada sekarang.
Berdasarkan hal ini dimasa kini dan mendatang perlu diciptakan suatu rumusan dan metode serta kriteria tertentu agar suatu bantuan yang diberikan kepada perseorangan atau suatu kelompok atau golongan tidak lagi bersifat instan bagi si penerima bantuan, dapat bermanfaat dan bernilai guna untuk peningkatan ekonomi, secara tidak langsung akan merubah taraf hidup perseorangan atau suatu kelompok atau suatu golongan dari keadaan miskin atau tidak mampu ataupun berekonomi lemah ke keadaan yang semakin membaik. Selain itu perlu diciptakan suatu sistem penyaluran bantuan yang benar – benar efektif dan dapat menyentuh kepada sasaran yang tepat, serta diciptakan pula sistem pengawasan terhadap aparatur penyalur bantuan disegala tingkatan,juga organisasi pengawasannya diharapkan juga dapat melibatkan pihak swasta ataupun lembaga swadaya masyarakat.

Fauzan Daromi, SH.
Pemerhati masalah sosial dan budaya

No comments: